...sugeng rawuh/welcome/selamat datang...

masuki duniaku untuk sedikit melihat dan membaca pikiran, opini, ide, dan imajinasiku lewat kata-kata sederhana

Rabu, 03 Juni 2009

Perang Emosi

Bangsa ini sepertinya gemar sekali terpancing emosinya oleh hal-hal yang sedang menjadi topik pembicaraan hangat.
Kasus Manohara misalnya. Sedemikian gencarnya pembicaraan mengenai dia di media massa, membuat kita seolah-olah dibutakan oleh yang namanya pemberitaan yang berimbang. Semua opini seakan diarahkan untuk membuat kita mengasihaninya, hanya karena ia adalah korban KDRT. Apalagi ini melibatkan warga negara Malaysia, yang entah kebetulan akhir-akhir ini negeri jiran ini sedang giat memprovokasi lewat insiden Ambalat yang membuat situasi disana kembali memanas.
Setiap menyangkut Malaysia, Singapura, atau AS dan sekutunya, kenapa ya kita dengan serta merta dan membabi buta langsung saja mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang jelas-jelas berbau provokasi. Gerakan untuk memboikot semua produk negara tersebut selalu muncul menyertainya. Saya sebenarnya malah berpikir, apakah tindakan-tindakan semacam ini memang perlu? Atau hanya untuk menutupi kelemahan dan kekurangan kita sebagai sebuah negara? Atau kita minder dengan negara lain sehingga kita harus teriak keras-keras buat gertak sambal dan tidak diremehkan?
Kembali ke Manohara, apakah kita pernah mencoba untuk mempelajari latar belakang kenapa ini bisa terjadi? Sejak awal kasus ini mencuat, saya sudah merasa tidak simpatik dengannya. Memang betul, penderitaannya sebagai korban KDRT, kalau ini memang benar terjadi, harus kita sesali dan prihatin. Bagaimanapun juga kekerasan, entah fisik maupun verbal terhadap orang lain, adalah pelanggaran hukum yang berat dan harus ditindak. Namun kita juga harus seimbang dalam menilai kasus ini, tidak melulu hanya melihat dari satu sisi saja. Harus diperhatikan juga sisi lainnya, dalam hal ini kenapa bisa terjadi.
Hari ini saya mendapat email dari seorang teman lama saya (Mas Edo) mengenai Manohara, yang kembali membuka mata saya bahwa segala sesuatu itu memiliki sisi lain yang seharusnya menjadi referensi kita dalam menentukan sikap. Mengenai masa lalu kelam sang ibu yang kalau di TV selalu berhasil memancing simpati banyak orang dengan tangisannya, pergaulan bebas Manohara dengan lingkungannya termasuk kisah asmaranya dengan beberapa lelaki (salah satu anggota keluarga Bakrie pernah terlibat), sampai pada kisah perkawinannya dengan sang putra mahkota Kelantan itu.
Saya memang tidak mengklarifikasi apakah cerita ini benar atau tidak, tetapi saya hanya ingat sebuah kata-kata bijak entah dari siapa yang mengatakan: setiap kisah memiliki tiga versi, versiku, versimu, dan versi kebenaran yang diam membeku.
Tidak ada yang tahu siapa yang benar, siapa yang hanya cari sensasi untuk popularitas. Yang pasti, dalam beberapa waktu kedepan, selain di infotainment, dia pasti akan muncul di sinetron, main film, atau jadi penyanyi. Dari dia yang beberapa bulan lalu hanya segelintir orang yang tahu, mendadak menjadi sangat terkenal dan muncul di semua stasiun TV serta koran. Mengalahkan kepopuleran tiga pasang kandidat capres-cawapres yang sebelum ini mendominasi pemberitaan.
Tidak pada tempatnya pemerintah memberikan porsi perhatian yang berlebihan hanya karena kebetulan dia publik figur. Perlu dipertanyakan pula apa kewarganegaraannya yang sebenarnya, karena sampai kedubes AS di Singapura ikut turun tangan. Masih banyak TKI yang justru disebut-sebut sebagai pahlawan devisa, mengalami penyiksaan jauh lebih berat daripada Manohara tapi kurang mendapat respon pemerintah. Saya khawatir, kasus ini hanya akan menjadi bensin tambahan untuk kampanye capres mendatang.